Di era yang semakin didominasi oleh kecerdasan buatan (AI), pendidikan juga tak luput dari pengaruhnya. Meskipun belum se-transformatif yang dibayangkan, AI sudah hadir di sekolah-sekolah, misalnya chatbot yang membantu siswa mengerjakan tugas. Jangan-jangan sudah ada institusi yang menggunakan sistem pengawasan bertenaga AI. Pertanyaannya, apakah siswa juga diajarkan cara menghadapi dunia yang penuh dengan informasi yang dihasilkan AI?
Pentingnya Memahami AI
Jika sekolah bertujuan mempersiapkan siswa untuk kehidupan di masa depan, maka mereka perlu setidaknya belajar bagaimana berinteraksi dengan AI. Seperti kalkulator yang dulu dilarang di kelas matematika kini menjadi alat wajib, dan ponsel yang awalnya hanya dimiliki siswa kaya sekarang ada di saku setiap siswa, AI juga akan mempengaruhi bagaimana dan apa yang dipelajari generasi muda.Namun, apakah gembar-gembor AI saat ini benar-benar layak masuk kurikulum? Atau sebaiknya kita lebih fokus mengajarkan bahayanya agar generasi mendatang siap menghadapinya? Dr. Vicki Phelps, direktur eksekutif Quest Academy, menekankan, "AI sudah merasuk ke dunia global kita, jadi siswa perlu belajar menggunakannya secara etis dan bertanggung jawab, sambil juga belajar pentingnya memeriksa fakta dan keterampilan penelitian dasar untuk menjadi konsumen konten yang proaktif, siap, dan sadar."
AI sebagai Alat Bantu Pendidikan
AI memang menggoda untuk digunakan sebagai alat bantu dalam pendidikan, tetapi bagaimana implementasinya dalam praktik? Masalah utama dengan apa yang saat ini kita sebut "AI", yaitu perangkat lunak generatif yang menggunakan model bahasa besar (LLM) untuk menggabungkan potongan teks atau gambar, adalah ketidakakuratannya.Jika digunakan untuk menghasilkan materi pengajaran, guru tetap perlu memeriksa faktanya, sehingga mungkin lebih baik menulisnya sendiri dari awal. Jika siswa menggunakannya untuk menyontek atau sekadar mencari informasi, hal yang sama berlaku. Lebih buruk lagi, mereka tidak akan benar-benar belajar. Pendidikan bukan tentang hasil, tetapi prosesnya. Jamie Krenn, dosen di Teachers College, Columbia University, dan Sarah Lawrence College, mengingatkan, "AI sering menyederhanakan pemikiran dan ide kompleks menjadi respons generik daripada memeriksa dan memvalidasi informasi pendukung secara kritis. Inilah mengapa, sebagai pendidik, kita harus menekankan nilai berpikir kritis saat menggunakan AI. Ini bukan tentang menggantikan penilaian manusia, tetapi meningkatkannya."
Aplikasi Populer AI di Sekolah
AI di sekolah bukan hanya tentang menggunakan LLM dan chatbot untuk membingungkan atau mengajar siswa. Alat-alat ini dapat digunakan untuk mendukung proses pembelajaran. Jed Macosko, profesor fisika dan direktur penelitian di Academic Influence, menyatakan, "Di banyak kelas saat ini, AI sudah diintegrasikan ke dalam platform pembelajaran adaptif, tutor virtual, dan sistem penilaian. Dengan pengawasan yang tepat, AI dapat memperkaya pengalaman belajar dengan menyediakan konten yang disesuaikan dan mengurangi beban administratif, tetapi kita harus tetap waspada tentang keterbatasannya. Guru harus menggunakan AI untuk mendukung pengajaran mereka sambil menekankan perlunya siswa memverifikasi informasi dan menggunakan AI sebagai alat, bukan sumber yang sempurna."Aplikasi lain AI di sekolah, yang mungkin kontroversial, adalah pengawasan siswa. David Ly, CEO dan pendiri platform video cloud Iveda, menjelaskan bahwa "Solusi AI dapat menyediakan kemampuan deteksi intrusi dan senjata, serta pengenalan wajah dan plat nomor, dan mendeteksi hal-hal seperti asap, api, partikel uap, dan alergen, untuk membantu menjaga keamanan siswa dan staf."
Menyiapkan Siswa Menghadapi Masa Depan
Memang, pemanfaatan AI untuk pengawasan seperti ini mungkin menimbulkan kekhawatiran. Namun, perlu diingat bahwa penerapan AI semacam ini—yang sebenarnya lebih tepat disebut sebagai pembelajaran mesin—adalah cerminan dari bagaimana AI semakin merambah berbagai aspek kehidupan kita. Sayangnya, keuntungan terbesar dari AI seringkali hanya dinikmati oleh perusahaan-perusahaan besar. Mereka menggunakan AI untuk menggantikan tenaga kerja terampil dengan pekerja tidak terampil yang lebih mudah digantikan, sehingga meningkatkan efisiensi dan menekan biaya. Selain itu, perusahaan juga memanfaatkan euforia seputar AI untuk memasarkan teknologi yang sebenarnya tidak dibutuhkan atau tidak memberikan manfaat nyata.Dunia pendidikan juga tidak kebal terhadap dampak AI, dan kita harus mengantisipasi bahwa teknologi pendidikan akan mengikuti tren penggunaan AI di masyarakat luas. Kita tidak boleh menutup mata terhadap perkembangan ini. Jika AI generatif berbasis LLM akan terus berkembang (meskipun masa depannya belum pasti), maka kita wajib mempersiapkan generasi muda untuk berdampingan dengannya. Mereka perlu diajarkan untuk bersikap kritis terhadap AI, memahami potensi manfaatnya, dan juga menyadari risiko penyalahgunaannya.
Krenn menyarankan, "Daripada memandang AI sebagai pengganti pengajaran, mari kita menerimanya sebagai alat pembelajaran yang kuat. Saya mendorong siswa saya untuk menulis komentar singkat dengan prompt AI pilihan mereka. Mereka kemudian mengevaluasi secara kritis informasi umum dan tidak rinci dari AI dan mencari dukungan di lapangan untuk mendukung apa yang ditulis AI, sehingga meningkatkan pengalaman belajar mereka."