Kebiasaan tidur dan bangun pada waktu yang tidak konsisten dapat mengganggu proses fisiologis tubuh dan meningkatkan risiko kematian dalam jangka waktu tertentu.
Matthew Pase dari Universitas Monash di Melbourne, Australia, bersama rekan-rekannya mempelajari kebiasaan tidur 88.975 orang berusia antara 40 hingga 69 tahun, menggunakan data dari UK Biobank.
Dari data ini, mereka membuat indeks keteraturan tidur (Sleep Regularity Index/SRI) untuk mengukur kemungkinan seseorang terjaga pada waktu tertentu. Seseorang yang tidur dan bangun di waktu yang sama setiap hari akan memiliki nilai SRI sebesar 100, sedangkan mereka yang tidur dan bangun pada waktu yang sangat bervariasi akan mendapatkan nilai 0, jelas Pase.
Setelah menghitung SRI tiap peserta selama satu minggu, para peneliti mengikuti perkembangan mereka selama tujuh tahun. Dibandingkan dengan peserta yang memiliki nilai SRI rata-rata sebesar 61, mereka yang memiliki nilai 41 atau lebih rendah memiliki kemungkinan 53 persen lebih tinggi untuk meninggal karena sebab apa pun dalam periode tujuh tahun tersebut. Risiko kematian akibat penyakit jantung meningkat hingga 88 persen, dan akibat kanker naik 36 persen (sumber: medRxiv, doi.org/j9s5).
Pase menjelaskan bahwa hasil ini kemungkinan disebabkan oleh terganggunya ritme sirkadian tubuh yang berlangsung selama sekitar 24 jam. Ketidaksesuaian ritme ini telah dikaitkan dengan kanker karena dapat memicu proliferasi sel yang tidak normal, katanya.
Colin Espie dari Universitas Oxford mengatakan bahwa hasil ini sebenarnya tidak mengejutkan. Tidur seharusnya dianggap sebagai faktor penting, setara dengan kebutuhan akan air, makanan, atau oksigen, ujarnya.
Sebagian peserta sudah memiliki kondisi kesehatan tertentu di awal studi—misalnya, 41 persen menderita penyakit jantung dan 13 persen mengidap kanker. Kondisi-kondisi ini dapat mengganggu tidur, baik karena perubahan fisik maupun karena kecemasan, kata Pase, yang juga bisa memengaruhi hasil penelitian.
Matthew Pase dari Universitas Monash di Melbourne, Australia, bersama rekan-rekannya mempelajari kebiasaan tidur 88.975 orang berusia antara 40 hingga 69 tahun, menggunakan data dari UK Biobank.
Dari data ini, mereka membuat indeks keteraturan tidur (Sleep Regularity Index/SRI) untuk mengukur kemungkinan seseorang terjaga pada waktu tertentu. Seseorang yang tidur dan bangun di waktu yang sama setiap hari akan memiliki nilai SRI sebesar 100, sedangkan mereka yang tidur dan bangun pada waktu yang sangat bervariasi akan mendapatkan nilai 0, jelas Pase.
Setelah menghitung SRI tiap peserta selama satu minggu, para peneliti mengikuti perkembangan mereka selama tujuh tahun. Dibandingkan dengan peserta yang memiliki nilai SRI rata-rata sebesar 61, mereka yang memiliki nilai 41 atau lebih rendah memiliki kemungkinan 53 persen lebih tinggi untuk meninggal karena sebab apa pun dalam periode tujuh tahun tersebut. Risiko kematian akibat penyakit jantung meningkat hingga 88 persen, dan akibat kanker naik 36 persen (sumber: medRxiv, doi.org/j9s5).
Pase menjelaskan bahwa hasil ini kemungkinan disebabkan oleh terganggunya ritme sirkadian tubuh yang berlangsung selama sekitar 24 jam. Ketidaksesuaian ritme ini telah dikaitkan dengan kanker karena dapat memicu proliferasi sel yang tidak normal, katanya.
Colin Espie dari Universitas Oxford mengatakan bahwa hasil ini sebenarnya tidak mengejutkan. Tidur seharusnya dianggap sebagai faktor penting, setara dengan kebutuhan akan air, makanan, atau oksigen, ujarnya.
Sebagian peserta sudah memiliki kondisi kesehatan tertentu di awal studi—misalnya, 41 persen menderita penyakit jantung dan 13 persen mengidap kanker. Kondisi-kondisi ini dapat mengganggu tidur, baik karena perubahan fisik maupun karena kecemasan, kata Pase, yang juga bisa memengaruhi hasil penelitian.